Dreams come true! Saya akhirnya bekerja di Google, sang raksasa internet, perusahaan impian banyak orang. Ups, simpan dulu imajinasi kalian, karena cerita saya kali ini sangat jauh dari apa yang kalian mungkin bayangkan ketika mendengar seseorang bekerja di Google. Cerita ini akan berfokus pada pengalaman saya selama 6 bulan di Google Sydney, bukan dari kantornya, melainkan dari dapurnya, tempat kami, Google Food Team mempersiapkan segala makanan dan minuman untuk para Googlers. Inilah My Google Story!
Sekilas tentang Google
Nama Google berasal dari kata “Googol” yang artinya dalam istilah matematika adalah angka 1 diikuti oleh 100 angka nol, yang menekankan pada misi Google saat itu sebagai gudang informasi tak terbatas di internet. Namun, para investor Google saat itu rupanya salah mengeja nama Googol menjadi Google, hingga akhirnya terlanjur tertulis dalam cek. Perusahaan ini didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin pada tahun 1996 ketika mereka masih berstatus mahasiswa Ph.D. di Stanford University, California. Dua tahun kemudian, Google resmi menjadi sebuah perusahaan pada tanggal 4 September 1998. Hingga saat ini sudah begitu banyak produk-produk Google yang sudah biasa kita gunakan sehari-hari, seperti Android, YouTube, Gmail, Google Docs, Google Drive, Google Maps, hingga ke mesin pencari Google itu sendiri.
Dari Teknologi Informasi Menuju Dapur
Saya memulai Working Holiday di Australia dengan segala ketidakpastian akan pekerjaan apa yang akan saya dapat di sini. Dengan experience saya yang mostly di bidang teknologi informasi, ternyata saya kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang saya di Sydney ini. Dan menjadi aneh rasanya, ketika resume saya tersebut dikirimkan pada berbagai lowongan pekerjaan yang tidak berhubungan seperti housekeeping, kitchen hand, cafe attendant, waiter, cashier, dan sebagainya. Beberapa wawancara sudah saya lakukan dengan beberapa calon employer, ada yang menawarkan pekerjaan housekeeping dengan trial 5 hari tetapi hanya dibayar 2 hari, ada juga yang menawarkan posisi Kitchen Hand, namun saya disarankan pindah ke Melbourne karena restorannya baru membuka cabang di sana, dengan ‘iming-iming’ free accomodation selama tinggal di sana.
Namun ternyata rencana Tuhan memang jauh lebih baik dari apa yang saya bayangkan, yang terjadi lewat kehadiran kakak sepupu saya. Lewat bantuan beliau, saya diperkenalkan dengan teman baiknya (sesama orang Pontianak), Chef Andry Khouw, yang adalah seorang Sous Chef di Google Sydney. Tak butuh waktu lama, saya pun diperkenalkan dengan Executive Chef Google Sydney dan langsung dipanggil untuk interview. Si Chef pun sepertinya cukup terkejut dengan resume yang saya berikan, dan betapa beruntungnya, tanpa pengalaman di dapur saya pun akhirnya diterima bekerja sebagai Kitchen Hand di Google Sydney ini. Dari seorang di bidang IT menjadi seorang Kitchen Hand, itulah awal mula pengalaman saya tinggal di Australia.
Rasa Takut Tidak Tahu Nama Perlengkapan Dapur
Jujur, inilah perasaan yang paling saya takutkan saat akan memulai hari pertama pekerjaan saya sebagai Kitchen Hand. Saya benar-benar ‘buta’ akan nama-nama perlengkapan dapur, apalagi dalam bahasa Inggris. Saya bahkan sampai menyempatkan diri memainkan video game untuk belajar bahasa asing, Influent, hingga googling nama-nama perlengkapan dapur dalam bahasa Inggris. Sungguh saya menyesal, karena selama di Indonesia saya jarang sekali membantu mama saya di dapur (I’m sorry, Mom! T_T).
Namun kembali, Tuhan memang amat baik, minggu pertama saya bekerja, rasa takut itu sirna, bukan karena tiba-tiba saya hafal semua perlengkapan dapur tersebut, namun karena para Chef dan rekan kerja lainnya di sini selalu berbaik hati membantu saya ketika saya tidak tahu perlengkapan dapur apa yang mereka minta.
Minggu Pertama di Google Sydney
Meski secara tidak tertulis, ada sebuah peraturan yang melarang kita untuk menggunakan ponsel selama bekerja, saya merasa kantor Google Sydney ini terlalu keren untuk tidak saya abadikan di dalam kamera. Saya pun menyempatkan diri untuk mengambil foto khususnya ketika saya berada di luar jam kerja saya, atau saat break.
Back Pain di Minggu Kedua
Kembali ujian berat menempa saya dalam pekerjaan ini, penyakit Back Pain pun menyerang pinggang saya. Bukan kesalahan siapapun, melainkan murni kesalahan saya sendiri, saya yang begitu lugu saat itu merasa bisa mengangkat semua beban seorang diri, alhasil ketika saya mencoba mengangkat sendiri beberapa beban yang begitu berat seperti buah-buahan besar (Semangka, Melon, dsb) dalam sebuah black tube besar, disertai metode lifting yang salah, pinggang saya menjadi korban. Jumat, 2 Desember 2016, saya pun meminta izin kepada Head Chef untuk pulang lebih awal karena rasa sakit ini semakin parah. Dari hal ini, saya belajar untuk minta bantuan kepada rekan kerja ketika beban melebihi kapasitas diri saya. Sama seperti hidup ini, kita juga butuh pertolongan orang lain saat kita punya beban yang begitu berat, iya kan?
Pindah Penempatan Lokasi Kerja
ODI (hingga saat ini saya lupa cari tahu apa singkatannya) adalah salah satu dari tiga gedung kantor Google Sydney, dengan dua buah Cafenya, Parklane dan Laneway, tempat saya bekerja pertama kali selama kurang lebih dua minggu. Executive Chef dan Head Chef saya saat itu, Chef Adrian dan Chef Matt, sepakat untuk memindahkan saya dari ODI ke Esky Cafe (Workplace 6), dengan harapan saya lebih siap bekerja di tempat baru ini. Perasaan sedih dan bahagia bercampur, sedih karena ini berarti saya harus meninggalkan rekan-rekan kerja yang sudah begitu dekat selama dua minggu, Javad (Iran), yang senantiasa membimbing saya dalam masa-masa awal sebagai Kitchen Hand, lalu ada Chef Andry, Chef Matt, Chef Hendry, Chef Kevin, Chef Ananda, Mary, Rory, Yun, Alex, Cooper, Matteo, Lily, Shisena, Eric, dan masih banyak lagi. Bahagia, karena ini menjadi kesempatan bagi saya untuk memulai kembali dari awal apa yang sudah saya pelajari selama dua minggu bekerja sebagai Kitchen Hand di ODI.
Bertemu dengan rekan kerja baru di Esky Cafe, saya benar-benar merasakan suasana yang berbeda di sini. Di sini saya dibimbing oleh Abshishek (India), sebagai Kitchen Hand senior dan berpengalaman. Ada satu hal yang berbeda juga di sini, setiap selesai breakfast dan selesai lunch time, kami selalu mengadakan briefing singkat untuk membahas menu apa saja yang sudah disiapkan hari ini untuk para Googlers disertai berbagai informasi tambahan seperti collection untuk mereka yang baru saja dikaruniai seorang anak, ulang tahun, perpisahan, dan sebagainya, serta keluh kesah dari para kru jika ada dari mereka yang ingin membicarakannya. Dari hal kecil seperti briefing inilah, saya merasakan dengan sungguh-sungguh arti sebuah kekeluargaan dan kebersamaan selama bekerja di Esky Cafe ini.
Saya juga mengambil foto 360 derajat dari lantai 6 Google’s Esky Cafe, yang bisa kalian lihat di sini.
Menghadiri GDG DevFest Sydney 2016
Bagi saya secara pribadi, GDG DevFest Sydney 2016 (GDG DevFest = Google Developer Group, Developer Festival) menjadi sebuah momen untuk melepas kerinduan saya terhadap dunia Teknologi Informasi. Pengalaman bekerja sebagai seorang Kitchen Hand, hanya memperluas saya dalam hal pikiran, perspektif, dan tantangan dengan cara yang berbeda. Event seperti inilah yang saya yakini bisa memperluas jejaring saya di bidang Teknologi Informasi di Sydney, dengan harapan saya di masa yang akan datang, saya bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai bidang yang saya cintai ini.
Saya mendapatkan banyak insight baik dari para pembicara, maupun dari orang-orang yang baru saya temui di sini. Dan bukan suatu kebetulan, ternyata saya kembali dipertemukan dengan salah satu pembicara yang saya kagumi di DevFest ini, Samantha Connelly, ketika beliau mulai bekerja di Google tidak lama setelah DevFest selesai. Beliau adalah seorang Quality Activist dan salah satu organizer dari komunitas Sydney Tester. Kamu bisa lihat salah satu karyanya di sini.
Yum Cha Time bersama Rekan Kerja Esky Cafe
Hari terakhir bekerja sebelum liburan Natal dan Tahun Baru, yang lebih dikenal sebagai Summer Holiday di Australia, kami sepakat untuk mengadakan Yum Cha bersama-sama pada saat lunch time. Ini menjadi momen pertama saya menikmati suasana di luar dapur bersama-sama dengan rekan kerja. Selain mengenal beberapa rekan kerja yang jarang saya temui, seperti Rachael dan Britanny (Barista Google), saya juga lebih mengenal karakter mereka masing-masing di luar tempat kerja. Meski ‘merogoh kocek’ yang tidak sedikit, sekitar 40 AUD per orang, namun bagi saya ini adalah priceless moment, yang tidak bisa saya ukur dengan uang semata. Saya yakin akan sebuah frasa bahwa “free is not always the best option” (quotes dari ko Roy Suwandi, KPA Sydney).
Pertemuan dengan HR Lead Google Sydney
Suatu ketika pada bulan Desember 2016 di Esky Cafe, ada dua orang wanita cantik sedang membagikan t-shirt Google Interns (sepertinya karena kelebihan produksi), dan spontan saja saya langsung berkenalan dengan mereka berdua. Seorang diantaranya ternyata adalah HR Lead Google yang sudah berpengalaman lebih dari 10 tahun bekerja untuk Google di New York, Singapore, dan Sydney. Pertemuan ini menjadi titik awal dimana saya bisa bisa melihat secercah harapan untuk benar-benar menjadi seorang Googler di kemudian hari.
Saya pun tetap keep in contact via email dengan beliau selama 6 bulan bekerja di sini, hingga akhirnya mengirim email perpisahan di hari terakhir saya bekerja. Balasan dari email perpisahan tersebut sungguh membuat hati saya berbahagia, karena saya kembali ditunjukkan sebuah peluang besar di tempat lain yang pastinya membutuhkan perjuangan luar biasa kembali. Terima kasih Google!
Membaca Buku The Google Story karya David A. Vise
Kecintaan saya terhadap produk-produk Google sebagai sang raksasa internet memang sudah begitu lama, namun hasrat untuk menelusuri lebih dalam lagi rekam jejak Google sebagai sebuah entitas perusahaan semakin kuat khususnya setelah saya merasakan lingkungan kerjanya secara langsung di Sydney. Dengan alasan berhemat (harga buku di Sydney lumayan ‘merogoh kocek’ bro T_T), saya pun pergi ke Hurstville City Library, perpustakaan paling dekat dengan tempat tinggal saya, mencari buku yang ada kaitannya dengan sejarah Google. Pada akhirnya, saya memilih buku The Google Story, karya David A. Vise ini, yang saya sewa secara gratis di perpustakaan ini.
Mencoba Shower Room di Google
Kantor Google terkenal dengan berbagai fasilitas yang sangat memanjakan para karyawannya, salah satu nya adalah kamar mandi alias shower room. Saya pun tidak melewatkan kesempatan untuk mencoba shower room milik Google ini. Sensasinya? Segarrr..
Bowling Bersama di Waktu Weekend
Sibuk bekerja, kami hampir tidak punya waktu untuk berkumpul bersama di waktu weekend. Dengan inisiatif pribadi, saya mempersiapkan momen main bowling bersama ini di kala weekend. Saya menghubungi teman-teman kerja satu per satu, dan puji Tuhan bisa terlaksana juga pada hari Sabtu, 25 Maret 2017.
Hebohnya Motoshi, si jagoan bowling kita, bisa dilihat di video ini, dan kehebohan lainnya di sini.
Perpisahan dengan sang DJ Motoshi dari Jepang
31 Maret 2017, menjadi tanggal perpisahan kami dengan salah satu rekan Kitchen Hand dari Osaka, Jepang, Motoshi Hirakawa. Jepang adalah salah satu negara yang memberikan begitu banyak inspirasi kepada saya, khususnya lewat budaya pop culture nya. Selalu ada ikatan persaudaraan ketika saya berteman dengan orang Jepang, dan uniknya sudah dua kali saya sudah bertemu dengan dua rekan kerja dari Jepang yang sama-sama berasal dari Osaka, yang katanya berlogat Kansai. Uniknya lagi, ketika saya bertanya apa profesinya ketika masih di Jepang, ia menjawab, “DJ”, dan dengan spontan mengingatkan saya tentang pekerjaan Kitchen Hand yang notabene adalah DJ juga, memainkan piringan di tempat cuci.
Motoshi, sama seperti saya, adalah pemegang Working Holiday Visa, dimana waktu 6 bulan menjadi batas untuk kami bekerja di satu employer yang sama. Saya mulai memikirkan kado apa yang bisa saya berikan sebagai hadiah perpisahan nanti, dan terbesit lah dalam pikiran saya sebuah gambar karikatur karakter dirinya. Beruntung saya punya adik yang punya talenta di bidang ilustrasi, HensenFM. Tanpa pikir panjang, saya pun langsung meminta bantuan adik saya untuk mulai menggambar karikatur Motoshi. Dan semua indah pada waktunya, saya bisa memberikan di waktu yang tepat.
Perpisahan dengan Chef Luca dari Italia
Chef Luca, yang juga memegang Working Holiday Visa dari Italia, juga harus meninggalkan kami setelah menghabiskan masa 6 bulan nya bekerja di sini. Beliau adalah salah satu Chef yang begitu peduli pada saya, khususnya di masa-masa awal bekerja. Beliau seringkali meminta bantuan kepada saya, yang secara tidak langsung mengajarkan kepada saya beberapa skill di dapur.
Gambar-Gambar Keren di Papan Menu Esky Cafe
Beruntung Esky Cafe punya seorang Kitchen Hand asal Thailand yang kerjanya luar biasa ulet dan cepat, dengan talenta di bidang ilustrasi, Charlempol “Big” Janrayab. Big (nickname-nya) adalah salah satu role model saya untuk bekerja secara efektif dan smart di dalam Kitchen ini. Mungkin jika tidak bertemu dengannya, saya akan jadi Kitchen Hand yang biasa-biasa saja. Kalian bisa lihat karya-karyanya di bawah ini.
Bermain Nintendo Switch Saat Lunch Time Break
Sejak dirilis pada tanggal 3 Maret 2017 yang lalu, Nintendo Switch menjadi sarana hiburan dan juga bahan obrolan khususnya untuk saya, Big, dan Josh selaku orang-orang yang membeli konsol game ini. Dimulai dari pembahasan soal The Legend of Zelda: Breath of the Wild, cerita, tips and trick, hingga pengalaman-pengalaman lucu selama bermain game yang luar biasa ini. Hingga pada akhirnya Mario Kart 8 Deluxe dirilis, dan menjadi momen multiplayer yang luar biasa di kala waktu makan siang. Kami bisa bermain hingga 6 pemain karena ada 3 buah konsol Switch yang tersedia.
Momen awal saat bermain 1–2 Switch bisa kamu lihat dalam video ini dan keseruan bermain Mario Kart 8 Deluxe di sini.
4 Lessons I Learned @Google by Trish Khoo
Lewat meetup event dari komunitas Sydney Tester, saya bertemu dengan Trish Khoo, seorang Ex-Google. Beliau bercerita tentang 4 pelajaran yang ia dapat ketika bekerja sebagai Test Engineer dan juga Engineering Manager selama kurang lebih 4 tahun, dimulai dari London hingga ke San Fransisco. Kamu bisa melihat visual note yang luar biasa dari Richard Shy, yang merangkum secara live selama acara berlangsung.
Foto Bersama dengan Beberapa Rekan Kerja
Selfie bersama selalu menjadi momen dadakan ketika saya bertemu rekan kerja yang belum pernah saya ajak selfie sebelumnya. Saya menganggap selfie bukan sebagai sarana untuk narsisme bersama, namun sebagai upaya mengabadikan momen pribadi kita dengan orang lain.
Life is Strange, hidup ini aneh dan selalu berubah dari waktu ke waktu, siapa yang menyangka saya akan menjadi seorang Kitchen Hand di Australia, dan tidak banyak yang tahu juga bahwa dahulu kala di masa kuliah, saya pernah bekerja sebagai penjaga warnet demi membiayai kuliah saya, Life is Change!
Hari Terakhir Saya di Google Sydney
19 Mei 2017, menjadi hari perpisahan saya dengan Kitchen Google Sydney ini. Jauh-jauh hari sudah terpikir di benak saya, gift apa yang bisa berikan untuk tiap-tiap orang. Sempat terpikir membuat gambar karikatur untuk tiap orang, namun itu terlalu memakan banyak waktu. Terpikir juga untuk membuat semacam farewell card dengan karakter-karakter Chef, Kitchen Hand, Catering Assistant, dan sebagainya dengan background budaya Indonesia, karena saya ingin sekali mempromosikan Indonesia yang punya begitu banyak kekayaan alam, namun apa yang kebanyakan ‘bule’ tahu hanyalah Bali, karena mungkin kurangnya promosi ke mancanegara. Lagi-lagi, itu hanyalah ide, waktunya bagi saya tidak memungkinkan. Dan terbesitlah pikiran untuk mendesain uang dolar dengan foto wajah masing-masing kru Google Food Team ini, karena teringat hadiah perpisahan untuk teman saya dahulu di Jakarta yang akan berangkat ke US.
Dan terjadilah padaku menurut kehendakMu, tepat pada waktunya (H-1) saya mampu menyelesaikan desain uang dolar tersebut dengan beberapa unsur yang ‘Google banget’ di dalamnya. Berbekal video tutorial dari YouTube, saya dalam dua hari menjadi seorang pakar Photoshop untuk urusan desain uang dolar ‘bohong-bohongan’.
Momen perpisahan ini menjadi sangat menyentuh bagi saya secara pribadi karena di tempat kerja inilah saya merasa menemukan keluarga kedua saya di Sydney. Bertemu hampir setiap hari Senin-Jumat, bertegur sapa dengan hanya sekedar mengucapkan, “Good Morning, How Are You?” atau dalam bahasa lain, Namaste (Hindi), Bonjourno (Italiano), Sawadikaph (Thai), dan lain sebagainya. Lingkungan kerja yang multi cultural dengan para pekerja yang tidak hanya berasal dari Australia saja tapi juga dari mancanegara, yang mungkin baru bisa saya temukan di Sydney ini. Momen ini akan selalu saya ingat sebagai salah satu momen terpenting dalam hidup, untuk selalu bersyukur, enjoy everything, menghargai satu sama lain, dan tentunya membuat saya untuk semakin open minded khususnya ketika melihat dunia dari low layer, dari sebuah pekerjaan yang mungkin dianggap banyak orang sebagai pekerjaan ‘sepele‘.
Closing
What’s Next? Pertanyaan yang selalu diajukan setiap kali kita menyelesaikan sesuatu, lulus kuliah, resign dari pekerjaan, kembali pulang, dan lain sebagainya. Saya yang masih mempunyai waktu sekitar lima setengah bulan lagi sebelum menyelesaikan Working Holiday pertama saya di Australia ini, sedang mempersiapkan ‘petualangan baru’ saya selanjutnya di Darwin (mohon doanya untuk kelancaran hal ini ^^). Di samping itu, berbagai pertimbangan lain juga sedang saya persiapkan matang-matang, hidup ini benar-benar penuh dengan pilihan, choose wisely. Tak lupa saya juga tetap berusaha untuk tetap ‘hidup’, banyak orang ‘berani untuk mati’, namun sedikit orang ‘berani untuk hidup’. Dan sebagai penutup, saya ingin mengutip moto Google yang kini juga jadi pedoman hidup saya, “Don’t Be Evil”.
Thanks Google and Compass Group Australia!
Notes:
Tulisan ini ditulis pada bulan Mei 2017 yang lalu, saat saya sedang menjalani working holiday di Sydney, Australia.
Tulisan asli bisa dibaca di sini